Sabtu, 27 Februari 2010

Viva Palestine!

Bahkan seorang ilmuwan politik pernah berkata: aneh sekali bila Indonesia mau membantu penyelesaian konflik di Palestina! Atas dasar apa? Atas dasar Islam kah? Bukankah negara-negara yang lebih “Islam” seperti Yordan, Mesir, Saudi, justru berbaik-baik dengan Israel? Mengapa Indonesia sok-sokan mau ikut menyelesaikan konflik Palestina-Israel? Sok-sokan memutuskan hubungan dgn Israel pula? Analoginya, bagaimana mungkin kita mau mendamaikan si Fulan yang berantem sama si Fulanah, tapi kita cuma mau berteman sama Fulan dan menolak berdialog dengan Fulanah? Harusnya, kita berdialog dengan kedua pihak (Fulan dan Fulanah), baru kita bisa mendamaikan keduanya.

Waktu saya mendengar argumentasi demikian dari seseorang yang berilmu tinggi, saya terdiam. Saya tak punya argumen bantahan.

Tapi, ketika saya menonton video di bawah ini, saya mendapatkan jawabannya. Di dalam video ini ada rekaman wawancara dengan George Galloway, mantan anggota parlemen Inggris, yang selama ini sangat vokal menyuarakan protes terhadap aksi pelanggaran HAM yang dilakukan Israel.
Galloway bersama tim Viva Palestina menempuh jarak ribuan kilo, mempertaruhkan nyawa, untuk membawa bahan makanan, obat-obatan, dll, ke Gaza. Di perbatasan Mesir, konvoi Viva Palestina tertahan, sempat bentrok dengan polisi, ada beberapa tim kemanusiaan yang terluka dan ditawan.

http://dinasulaeman.wordpress.com/2010/01/07/viva-palestina/

Reporter bertanya kepada Galloway, mengapa tidak lewat rute Israel saja?

Jawab Galloway (ini terjemahan bebas, berdasarkan ingatan saja, silahkan tonton sendiri utk detilnya): kami tidak akan meminta bantuan apapun, termasuk izin masuk (visa) karena selama Israel masih melakukan kejahatan kemanusiaan kami tidak akan mengakui Israel.

Reporter: apa tujuan Viva Palestina?

Galloway menjawab : tujuan utama tentu untuk menghantarkan bantuan kemanusiaan untuk rakyat Gaza yang telah mengalami blokade selama dua tahun lebih; tapi tujuan yang lebih penting lagi, untuk memberitahukan kepada dunia bahwa ada pemblokadean terhadap Gaza.

That’s the point.

Pendirian Israel membutuhkan dana yang sangat besar, mulai dari membiayai operasional “negara” itu secara langsung, membiayai negoisasi-negoisasi dengan negara-negara di kawasan supaya mau ‘berdamai’ dengan Israel (memangnya Mesir mau berbaik-baik dgn Israel itu gratisan?!), membiayai jaringan media massa dunia supaya terus memberitakan secara berat sebelah terkait konflik Palestina-Israel, membiayai lembaga-lembaga think-tank yang mempropagandakan kepentingan Israel, dll. Siapa yang mendanai mega proyek Israel ini? Seluruh dunia. Perusahaan-perusahaan transnasional mengeruk uang dari berbagai penjuru dunia untuk kemudian menyalurkannya kepada Israel.

Perilaku perusahaan-perusahaan transnasional itu..ah, sudah tahu sendiri kan? Kita di Indonesia juga jadi bulan-bulanannya. Bukankah kita selalu protes atas penguasaan hak eksploitasi kekayaan alam kita oleh perusahaan-perusahaan transnasional asing? Coba cek sendiri siapa di balik perusahaan-perusahaan transnasional itu.

Pemblokadean terhadap Gaza adalah bukti nyata dari imperialisme Israel. Namun masih banyak yang menyangkalnya dengan kalimat “Israel berhak untuk melindungi dirinya sendiri” (FYI, kalimat ini disampaikan oleh Obama).

Tapi hati nurani yang jernih tak bisa ditipu.

Viva Palestina adalah salah satunya. Didirikan Januari 2009 oleh George Galloway. Sebulan kemudian, berhasil mengumpulkan lebih dari 1 juta poundsterling (menurut situsnya, dana itu berasal dari sumbangan masyarakat 20 negara dunia), termasuk ambulans, mobil pemadam kebakaran, obat-obatan, baju, dll. Semua barang itu diangkut menempuh jarak 5000 mil dengan rute Belgia-Perancis-Spanyol-Maroko-Aljeria-Tunis-Libya-Mesir.

Konvoi terbaru (ketiga), diberangkatkan. Setelah sebulan menempuh ribuan mil, melewati 10 negara, disusul pula dengan satu kapal dan 4 pesawat yang membawa bantuan tambahan, tanggal 6 Januari 2009, 17.30 GMT, mereka mulai memasuki Jalur Gaza. Sebelumnya mereka selama 48 jam sempat tertahan di perbatasan Mesir, terjadi bentrokan dgn tentara Mesir.

Kata Galloway, untuk memberitahukan kepada dunia bahwa masih ada pemblokadean terhadap Gaza.

Ya, masyarakat dunia mudah lupa. Untuk itu, harus terus diingatkan. Penjajahan di Gaza belum usai. Israel belum berhenti melakukan kejahatan di sana. Penduduk Gaza dipenjara dalam penjara terbesar di dunia, tanpa suplai air, listrik, gas, bahan makanan, obat-obatan. Dan dunia seolah lupa pada tragedi pembantaian Gaza setahun yang lalu.

Viva Palestina membuktikan, bahwa ada yang tidak lupa dan ada yang terus berjuang untuk membantu Palestina, muslim, non-muslim, bahkan atheis. Kata Galloway, tahun depan, rute selanjutnya (bila dana kembali terkumpul) akan dimulai dari Venezuela hingga Gaza; dan dari Iran hingga Gaza; dan dari negara mana saja yang memang mau terlibat dalam aksi ini.

Poinnya, bila rezim rasis di Afrika Selatan bisa tumbang dengan tekanan internasional, rezim Israel yang rasis ini pun bisa ditumbangkan dengan cara yang sama. Tolong catat poin ini: rezimnya (Zionis) yang ditumbangkan, bukan penghuninya yang dibasmi (dibunuh) sampai tuntas.

Lalu, apa Indonesia harus berdiam diri saja, dengan alasan “toh orang Saudi dan Mesir aja yang lebih “Islam” mau berdamai dengan Israel”, atau, “Kita di Indonesia ini sudah susah, ngapain ngurusin kesusahan orang lain?”

Jawaban dari pernyataan di atas: kemiskinan di dunia ketiga (termasuk Indonesia) adalah akibat konspirasi perusahaan-perusahaan transnasional yang ingin mengeruk uang sebanyak-banyaknya (baca: Economic Hit Man). Pertanyaannya: kemana mereka menyalurkan uang itu? Saya sudah menjawabnya di atas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar